Di mata M. Fandi Achmad, Yamaha LS3, 100cc, 2-tak lansiran 1974 ini punya keistimewaan sendiri karena kelangkaannya. Memang benar. Browsing di internet cari info motor ini susah. Paling ketemunya L2, LS2 atau YAS1.
“Sebab LS3 ini sedikit pendek tahun produksinya. Hanya sekitar 1,5 tahun saja, karena tahun segitu booming motor-motor yang jadi kompetitor Yamaha di Indonesia, seperti Honda CB atau Suzuki A100 yang lebih laris di pasaran,” buka Fandi.
Beda sama seri AS atau sering disebut YASI, yang punya beberapa seri, seperti AS1, AS2 dan AS3, LS3 ini hanya dibuat satu model saja. “Jadi dari sananya, LS3 ini sudah limited edition,” lanjut pria yang doyan meng-custom motor-motor miliknya, mulai dari Honda Tiger, GL, Yamaha Scorpio sampai Harley-Davidson Dyna Glide ini.
Karena itu, Fandi merasa beruntung bisa dapat LS3 ini dalam kondisi utuh, hasil barter 2 motor miliknya, yaitu Vespa Strada 1986 dan Honda Astra 1972 yang sudah di-custom dengan gaya Monkey. “Menurut saya Honda Astra kurang eksklusif karena masih banyak populasinya. Karena itu saya custom aja. Beda sama LS3 yang langka sehingga enggak bakal saya custom,” tukas Fandi.
Apalagi hampir semua komponen eksterior masih utuh. “Komponen luar sudah seperti ini. Enggak saya ganti-ganti lagi. Susah dapat variasi untuk motor 2 tak lawas seperti ini. Cuma handgrip yang baru saja diganti,” kata Fandi. Selain itu, cat juga sudah mengalami repaint menyesuaikan STNK dan BPKB.
Untung untuk komponen mesin masih tidak terlalu sulit, karena tahun segitu Yamaha banyak memakai parts yang punya kesamaan dengan seri-seri lain (konsep kaizen). Itu pun Fandi harus beli lewat online, seperti gir starter, as kopling, kampas kopling, dan piston.
“Susah cari di toko-toko spare parts yang ada di Gresik. Sebagian lagi saya pakai parts bekas seperti gigi penghantar, stut kopling, dan pompa oli,” tunjuk Fandi yang kadang juga pakai persamaan komponen motor yang lebih muda, seperti RX100 atau RX-King.
Dengan kondisi motor mulus seperti ini, LS3 punya Fandi sempat ditawar barter sama Vario 125 baru. “Cuma terus terang, untuk motor baru saya kurang suka produk Jepang. Mending cari motor Jepang 2-tak tahun lawas. Sekalian lestarikan motor yang lambat laun hilang karena dituding penyebab polusi ini. Apalagi motor listrik mau datang,” senyum Fandi yang setiap tahun rajin setor Rp 94 ribu buat pajak motornya.
Naskah & Foto: Indramawan
Comments