Gunung Slamet yang memiliki ketinggian 3.428 mdpl, merupakan salah satu gunung tertinggi di Indonesia
OTOPLUS-ONLINE I Masih penasaran terhadap tuduhan DFSK Glory 580 enggak bisa nanjak, maka pada pertengahan Desember 2020 lalu, Kami melakukan trip, sekaligus coba buktikan kemampuan produk DFSK yang lain, yakni Glory 560.
Sekalian liburan, kami ajak keluarga sehingga bagasi terisi penuh dengan barang. Ini sekaligus menjadi variabel tambahan pada pengujian kali ini
Untuk itu, kami berkendara sejauh 1.350 kilometer sambil menaklukkan berbagai macam tanjakan sepanjang jalur Surabaya - Purwokerto!
Jalan Mendatar
Rute Pemalang –Semarang seperti halnya Surabaya-Solo didominasi permukaan jalan datar
Kami memilih menggunakan jalur tol Trans Jawa. Untuk rute Surabaya-Solo, konturnya didominasi jalanan datar. Melaju konstan 100 km/jam, mesin Glory 560 cukup berkitir 2.000 rpm.
Sayangnya model ini belum dibekali fitur cruise control sehingga lumayan bikin kaki kanan pegal. Rute ini murni menguji kemampuan dan karakter Glory 560 ketika dipacu pada kecepatan tinggi dengan transmisi di posisi D.
Wow, melaju konstan 100 km/jam, mesin Glory 560 cukup berkitir 2.000 rpm
Soal karakter suspensinya kami simpulkan tergolong baik selama tidak dipacu lebih dari 120 km/jam. Di atas itu, gejala melayang mulai muncul, terutama imbas dari kemudinya yang minim feedback dari permukaan jalan.
Sepertinya juga suspensinya diset untuk mengedepankan kenyamanan sehingga redamannya termasuk lembut. Rute dengan kontur serupa kembali kami dapat di ruas Semarang-Pemalang.
Menanjak Landai
Rute Boyolali-Bawen, menyajikan view indah sepanjang perjalanan
Rute Solo-Semarang dan sebaliknya ini dihiasi jalur-jalur menanjak dan menurun dengan sudut 20-25 derajat. Pada kontur jalan seperti ini, posisi D masih bisa diandalkan, hanya sesekali tuas kami memanfaatkan mode manual ketika menjumpai jalur menanjak yang panjang bersudut 25-27 derajat.
Pada perjalanan berangkat di rute Solo-Semarang dihadang kabut tebal yang membuat pandangan terbatas
Pada rute ini kami mulai mendapati munculnya suara desiran dari transmisi ketika diajak berakselerasi mendadak. Seperti suara belt baja yang selip. Namun kondisi itu tidak muncul jika pedal gas diinjak secara runut.
Menanjak Terjal
Saat kami coba taklukkan tanjakan bersudut 30 derajat yang cukup panjang, enggak ada masalah tuh...
Exit dari tol Trans Jawa di kota Pemalang, kami arahkan Glory 560 menuju jalur Purwokerto melintasi rute Pemalang - Randudongkal - Bulakan - Belik - Bobotsari - Purbalingga.
Puncak tanjakan di ruas Pemalang-Purbalingga berada di ketinggian 900 mdpl
Rute ini paling menantang karena dipenuhi tikungan dan tanjakan terjal bersudut 28-32 derajat, beberapa titik bahkan ada yang mencapai 35 derajat. Medan ini menjadi ujian terberat untuk mesin dan transmisi pada perjalanan ini.
Memasuki Purwokerto
Setelah perjalanan melewati berbagai macam medan jalan sejauh 550 kilometer dari Surabaya, kami pun sampai di Purwokerto, Jawa Tengah.
Perjalanan melewati kawasan pegunungan di Purwokerto
Pengujian pun kami lanjutkan di sekitar Purwokerto yang merupakan daerah pegunungan. Gunung Slamet yang memiliki ketinggian 3.428 mdpl, dan merupakan salah satu gunung tertinggi di Indonesia jadi medan yang mengasyikkan dalam trip kali ini.
Menuju kaki Gunung Slamet
Dan berikut ini, hasil pengujian kami, setelah melewati berbagai macam tanjakan sepanjang jalur Surabaya - Purwokerto.
Pahami Kuncinya
Glory 560 gunakan mesin berkode SFG15T dipadu transmisi CVT. Sama seperti Glory 580. Mesin 1.498 cc yang disuntik turbo ini hasilkan tenaga maksimum 150 ps (148 dk)/5.600 rpm, dan torsi 220 Nm yang diraih rata pada 1.800 - 4.000 rpm
Tenaga itu disalurkan ke roda depan (Front Wheel Drive)
DFSK Glory 560 dibekali transmisi CVT berfitur Sport Mode (S) dan Manual Mode (M). Dari pengalaman kami, mode S dan M menawarkan perbedaan karakter cukup signifikan.
Transmisi CVT di Glory 560 dilengkapi fitur sport dan manual
Dalam konteks menaklukkan tanjakan, mode S terasa lebih bertaji merayap di tanjakan apabila dibandingkan bila kita mengandalkan mode M.
Pilih mode S (Sport) untuk menaklukkan jalanan menanjak curam
Transmisi akan berpindah ke mode S saat tuas yang tadinya pada posisi D (drive) kita geser ke arah kanan. Seketika putaran mesin jadi lebih tinggi membuat mesin lekas menggapai puncak torsi sebesar 220 Nm yang diraih pada rentang rpm 1.800 - 4.000.
Mode manual baru efektif digunakan di kontur jalan menanjak di tol ketimbang di medan menanjak terjal
Jika butuh respon lebih kuat, matikan fitur Traction Control System (TCS) pasalnya saat aktif, TCS akan membatasi tenaga mesin yang disalurkan ke roda penggerak guna menghindari roda spin. Sementara pada kondisi Off, otomatis tenaga mesin akan disalur seutuhnya ke roda penggerak.
TCS dapat dimatikan melalui tombol ini
Hasilnya kami berhasil melewati puncak ketinggian di 900 mdpl tanpa kesulitan dan drama ketika menaklukkan tanjakan-tanjakan terjal sepanjang rute Pemalang - Purbalingga.
Informasi non-aktifnya TCS akan ditampilkan di panel meter
Untuk membuktikan perbedaan karakter, pada beberapa titik tanjakan kami coba memainkan mode manual. Asumsinya ketika menjumpai tanjakan curam, dengan memosisikan gigi pada posisi gigi 1, SUV ini bakal dengan mudah menanjak.
Namun saat diposisikan ke 1, saat start putaran mesin kelewat rendah, ibarat kita start dari putaran bawah sehingga di tanjakan bersudut 30-35 derajat yang panjang, mesin sudah terengah-engah lantaran kesulitan mencapai puncak torsinya di 1.800 rpm.
Tanjakannya tidak ekstrem tapi panjang di ruas Bawen - Boyolali, cocok untuk mode Manual
Mode manual ini terasa lebih cocok digunakan ketika torsi maksimal sudah digapai seperti saat melintas di ruas tol Bawean - Boyolali yang banyak dihiasi tanjakan bersudut 25-30 derajat yang panjang.
Paling pas kalau diajak cruising 120 km/jam
Biarkan saja mesin meraung hingga 4.000 rpm tak perlu terburu-buru ‘memindahkan’ gigi ke posisi tertinggi dengan menggerakkan shiftknob ke atas (+) di kontur jalan seperti itu.
Teks & Foto: Nugroho Sakri Yunarto
Comments